-->
Selamat datang di My Blog My Job My Life semoga informasi yang saya berikan dapat bermanfaat untuk anda.Dan jangan lupa jika ada waktu mampir lagi ke sini yaaa...

Rabu, 07 Desember 2011

KLASIFIKASI ILMU PENGETAHUAN SEKULER


Ilmu sekuler mengaku diri sebagai objektif, value free bebas dari kepentingan lainnya.Tetapi, ternyata bahwa ilmu telah melampaui dirinya sendiri. Ilmu yang semula adalah ciptaanmanusia telah menjadi penguasa atas manusia. Ilmu menggantikan kedudukan wahyu Tuhansebagai petunjuk kehidupan. Sekularisme muncul karena klaim yang berlebih-lebihan dari ilmu.Juga muncul karena antroposentrisme dan diferensiasi filsafat. Dunia yang sekuler diramalkanoleh ilmu sebagai masa depan manusia. Kalau dahulu antroposentrisme dan diferensiasi terbatasdalam ilmu dan perilaku, sekarang ini sekularisme telah menjadi aliran pemikiran menggantikankeyakinan agama. Seluruh kehidupan menjadi spiritualitas dan menjadi kesadaran kosmis.Sekularisme adalah eskatologi manusia modern.Perkembangan ilmu sangat pesat, terlihat dengan bermunculan cabang-cabangnya.Kondisi ini didukung oleh gerakan spesialisasi bidang-bidang kajian.
 Pada dasarnya perkembangan cabang-cabang ilmu bermula dari dua kelompok besar, yaitu filsafat alam yangkemudian menjadi rumpun ilmu-ilmu alam dan non ilmu-ilmun alam.a. Ilmu-Ilmu AlamPada perkembangannya, ilmu alam berkembang menjadi cabang-cabang seperti fisika,yang mempelajari masa dan energi, astronomi, yang mempelajari benda-benda langit dan ilmu-ilmu bumi yang mempelajari bumi semesta atau the earth science. Seiring dengan perkembanganilmu maka kemudian tiap cabang ilmu juga berkembang lebih luas, misalnya ilmu fisika berkembang menjadi ratanting keilmuan seperti mekanika, hidrodinamika, bunyi, cahaya, panas,dan lainnya yang bermuara dalam rumpun keilmuan ilmu-ilmu murni. b. Non Ilmu±Ilmu Alam1. Ilmu-ilmu sosialPerkembangan ilmu sosial ternyata tidak secepat ilmu alam. Ilmu sosial berkembangdalam beberapa cabang keilmuan, seperti antropologi, psikologi, ekonomi, sosiologi, ilmu politik dan lain sebagainya. Setiap cabang ilmu sosial kemudian berkembang lagi, misalnya antropologi
yang terpecah menjadi arkeologi, antropologi fisik, linguistik, etnologi, dan lain sebagainya.Beberapa ilmu ini berkembang dari ilmu sosial terapan yang merupakan aplikasi berbagai konsepilmu sosial murni sampai pada suatu bidang telaahan sosial tertentu. Pendidikan dan menejemen,misalnya merupakan ilmu sosial terapan yang aplikasikan konsep-konsep psikologi, antropologi,dan sosiologi.2. Ilmu-ilmu humanioraHumaniora adalah suatu cabang ilmu yang bertujuan mencapai kemanusiaansesungguhnya, lebih berbudaya, atau dalam istilah budi darma, humaniora adalah ilmu yangmengacu pada hati nurani. Dalam pengertian klasik, humaniora adalah ilmu bahasa dan sastralatin dan Yunani. Secara luas, sekarang humaniora meliputi ilmu agama, filsafat, bahasa, sastra,seni, sejarah, dan hukum.Ada tiga kategori pengetahuan yang perlu diketahui
1. Pengetahuan Indrawi pengetahuan ini meliputi semua fenomena yang dapat dijangkau secara langsung oleh panca indra. Batas pengatahuan ini ialah segala sesuatu yang tidak tertangkap oleh panca indra
2. Pengetahuan keilmuanPengetahauan ini meliputi semua fenomena yang dapat diteliti dengan riset atauekperimen, sehingga apa yang berada dibalik
knowledge
 bisa terjangkau. Batas pengetahuai iniadalah segala sesuatu yang tidak terjangkau lagi rasio atau otak dan panca indra.3. Pengetahuan falsafiPengatahuan ini mencakup segala fenomena yang yang tak dapat diteliti, tapi dapatdipikirkan. Batas pengetahuan ini ialah alam, bahkan juaga menembus apa yang ada di luar alam,Tuhan.
 Perbedaan sekuler dan islam tentang Ilmu Pengetahuan yang tidak tertangkap oleh pancaindra.
Perbedaan Konsep Ilmu Pengetahuan Pandangan Islam Dan Barat Salah satu perbedaanmendasar di antara posisi konsep Islam dengan konsep filsafat modern (filsafat barat yangsekularistik) sehubungan dengan perumusan kebenaran ilmu pengetahuan adalah berkisar pada pemahaman makna realistis dan kebenaran, dan hubungan keduanya dengan fakta.Pada dasarnya konsep Islam tentang ilmu pengetahuan memiliki beberapa kerangka berpikir sendiri yang membedakannya dengan kerangka berpikir ilmu pengetahuan Barat

.           Kerangka berpikir ini merefleksikan perbedaan kedua pandangan dalam menetapkan realitas dankebenaran.Pertama, bahwa di dalam islamisasi ilmu pengetahuan terdapat pengakuan akan adanyahirarki atau tingkatan-tingkatan ilmu pengetahuan. Dr. Yusuf Qaradhawi menyebutkan adaempat hirarki ilmu pengetahuan berdasarkan keutamaan dalam mempelajarinya.Hirarki tertinggi terletak pada ilmu wajib fardhu µain, yang mana setiap umat Islam wajibmempelajarinya.Yang termasuk di sini adalah ilmu agama yang dapat membimbing pelakunyauntuk hidup dan beribadah sesuai dengan perintah Allah SWT.Hirarki
kedua
adalah ilmu fardhukifayah, yaitu ilmu yang diwajibkan bagi segolongan orang yang dapat memberi kemaslahatan bagi orang banyak.Hirarki yang
ketiga
adalah ilmu mubah, yaitu ilmu yang sifatnya tidak terlarang dalam pandangan syariah, tapi tidak masuk dalam dua kategori yang pertama.Dan yang terakhir adalah ilmu haram, yaitu ilmu yang menyebabkan orang yang mempelajarinya jatuh pada kemaksiatan kepada Allah SWT. Hirarki ini tidak dikenal dalam kerangka berpikir Barat.Kedua, Islamisasi ilmu pengetahuan berarti meletakkan wahyu bukan saja sebagai salahsatu sumber ilmu pengetahuan tetapi juga standar tertinggi dalam menemukan kebenaransebagaimana yang tersurat dalam Q.S. Al µAlaq (96) : 1-5. Hal ini berlawanan dalam pandanganilmu pengetahuan Barat sekuler.Sumber kebenaran tertinggi dalam kerangka berpikir Baratterletak pada akal.Ketiga, Islamisasi ilmu pengetahuan berarti tujuan tertinggi dalam menuntut ilmu adalahsebagai bagian ibadah kepada Allah SWT di atas tujuan lainnya (Q.S. Adz Dzaariyat [51] : 56).Keempat, karena tujuannya adalah dalam rangka ibadah, maka pengembangan ilmu harusterikat dengan ketentuan syariah.Dengan demikian, dalam kerangka berpikir ini maka tidak sepatutnya terjadi pengembangan ilmu farmasi dengan menggunakan bahan-bahan yangdiharamkan Islam, atau pengembangan ilmu ekonomi dan keuangan berbasis riba. Sebaliknya, didalam pandangan Barat sekuler ilmu pengetahuan berkembang secara liar nyaris tanpa kendali.Kelima, Islamisasi ilmu pengetahuan berarti keluaran (output) dari penyelenggaraan pendidikan (menuntut ilmu) adalah melahirkan manusia-manusia yang baik dalam pandanganAllah. Di dalam pandangan Barat sekuler, keluaran dari proses pendidikan adalah warga negarayang baik (good citizen


Pembahagian Ilmu Dalam Pendidikan Islam

            Pendidikan Islam mempunyai dua maksud.  Pertama pendidikan Islam Umum dan kedua pendidikan Islam khusus (Hasan Langgulug, 1995). Pendidikan Islam umum ialah pendidikan yang diberi kepada orang Islam dalam semua keadaan, seperti di sekolah, di rumah, di kedai, di hospital, di jalan dan lain-lain.  Ia termasuk dalam semua hal, dalam ekonomi, sosial, politik, teknik, pelajaran, permainan, sukan, pekerjaan dan sebagainya.  Pendidikan Islam khusus ialah mata pelajaran sekolah, iaitu yang termasuk di dalamnya ilmu-ilmu seperti Tauhid, Fiqah, Tafsir, Hadis, Akhlak dan sebagainaya.  Jadi, bila disebut pendidikan Islam, ia tidak semestinya bermaksud mata pelajaran agama di sekolah, malah ia  bermaksud lebih luas lagi, iaitu segala usaha untuk mendidik orang Islam menjadi muslim.
            Dengan demikian, jelas kepada kita bahawa pendidikan Islam itu ialah satu usaha mendidik insan muslim melalui nasihat, pengetahuan, ilmu, penghayatan, contoh, sekolah, rumahtangga, masyarakat, alam sekitar dan lain-lain.  Mata pelajaran sekolah ialah Pengetahuan Agama Islam atau Agama atau Ilmu Agama, atau Pengetahuan Islam.  Pendidikan Islam sepatutnya terdapat dalam semua mata pelajaran sekolah yang disampaikan oleh semua guru yang beragama Islam, manakala ilmu Agama itu merupakan satu wadah dalam pendidikan. 
Hasil daripada kajian oleh Jawatankuasa Mengkaji Mata Pelajaran Agama Islam 1974 yang dilaporkan melalui Jawatankuasa Kabinet 1979, mendapati pendidikan Islam tidak berkesan atau kurang berkesan, kerana guru lebih mementingkan ilmu dan maklumat untuk lulus peperiksaan sehingga tidak sempat hendak mendidik (Zainal Abidin Abd. Kadir, 1994). Maka pada awal tahun 1980an ditukarkan nama Pengetahuan Agama Islam kepada Pendidikan Islam dengan harapan agar tercapai hasrat mendidik anak-anak orang Islam. Lanjutan daripada itu nama Kementerian Pelajaran pun ditukar kepada Kementerian Pendidikan, Bahagian Latihan Guru (BLG) ditukarkan kepada Bahagian Pendidikan Guru (BPG), Bahagian Pelajaran Agama ditukar kepada Bahagian Pendidikan Islam, dan lain-lain. 
Ini merupakan satu langkah yang baik, tetapi, jika guru tidak faham konsep pendidikan Islam dan tidak melaksanakannya seperti yang dihasratkan, apa yang dilakukan hanya memberi maklumat sahaja,  maka pendidikan Islam menjadi tidak   berkesan.  
            Sekolah merupakan institusi formal dalam proses memberi pendidikan Islam.  Pendidikan diberi berdasarkan disiplin ilmu.  Disiplin ilmu lslam khusus yang ada di sekolah ialah Aqidah, Ibadah, Akhlak, Sirah serta Tilawah Al-Quran (Lihat sukatan pelajaran Pendidikan Islam menengah dan rendah, 1997).  Selain daripada itu, pendidikan Islam juga diberi secara tidak formal melalui aktiviti kokurikulum sekolah.  Seperti bekerjasama, budaya ilmu, solat berjamaah, amanah, kebersihan, mengikut peraturan, makan beradab, tepat masa, hormat guru, mengucap salam sesama Islam, ucapan selamat kepada yang bukan Islam dan banyak lagi.  Ini semua adalah pendidikan Islam.
            Matlamat akhirnya ialah melahirkan individu muslim  yang faham Islam dan faham ilmu-ilmu Islam, seterusnya menghayati ajaran Islam dalam hidupnya dengan bahagia, berkeluarga, bermasyarakat, bertamadun, serta mendapat kesejahteraan selepas matinya.
            Pada zaman Rasulullah s.a.w. dan zaman sahabat tiak terdapat disiplin ilmu seperti di atas.  Yang ada pada masa itu ialah Al-Quran dan Sunnah Rasul s.a.w.  Semua itu sumber ilmu Islam, dan tidak pun disebut sebagai ilmu Tauhid, Feqah dan sebagainya.  Apabila membincangkan konsep ketuhanan, tentang kepercayaan kepada Allah dan hari Akhirat, maka itu Tauhid-lah namanya.  Apabila membaca ayat Al-Quran atau hadis Nabi s.a.w. yang menceritakankan tentang hal ibadat zahir, maka dari segi ilmu,  Feqah-lah namanya.  Demikianlah dengan yang lain.
            Selepas zaman sahabat, dan setelah ramai orang yang bukan Arab memeluk agama Islam, maka ulama mula merumuskan isi Al-Quran dan hadis dalam bentuk matan seperti yang ada sekarang. Kitab hadis Imam Malik, Al-Muwatta, disusun mengikut tertib ilmu Feqah, iaitu bermula dengan hukum bersuci, solat dan seterusnya.  Beliau adalah golongan Tabi’in (golongan selepas sahabat).   Hingga ke hari ini, kebanyakan negara Islam  mempelajari Islam dalam bentuk ini.  Mana-mana kitab Feqah kita dapati sekarang disusun fihrisnya mengikut susunan ini
             Menuntut ilmu itu wajib ke atas setiap muslim.  Ini adalah berdasarkan sabda Nabi s.a.w. 
طلب العلم فريضة على كل مسلم
        Maksudnya:  “Menuntut ilmu itu adalah wajib ke atas tiap-tiap orang Islam”
            Riwayat Ibnul Abdil Barr.
            Timbul persoalan; apakah ilmu yang wajib dituntut? Adakah ilmu agama sahaja atau ilmu-ilmu lain?  Dalam perbincangan ulama, Al-Ghazali (1988) menyebutkan bahawa kerana adanya Alif  Lampada perkataan itu  ( العلم  ) maka ia menjadi ma’rifah.  Jadi ilmu yang wajib dituntut itu ialah ilmu agama sahaja.  Ilmu lain tidak sampai ke martabat wajib.  Walau pun demikian, Al-Ghazali (1975) membahagikan wajib itu kepada dua jenis, iaitu Fardhu Ain dan Fardhu Kifayah.  Ilmu Fardhu Ain ialah segala macam ilmu untuk mengenal Allah, mengetahui sifat-sifat Allah, mengetahui perkara ghaib, mengetahui cara beribadat, halal dan haram, mengetahui ilmu yang berkaitan dengan menjaga hati dan amalan hati, seperti sabar, ikhlas, hasad, ujub, takabur dan sebagainya.    Di sinilah lahir istilah-istilah ilmu Tauhid, Feqah dan Tasawuf.  Di tampat yang lain  Al-Ghazali (1988) mengistilahkan dengan ilmu Mu’amalah dan ilmu Mukasyafah.  Semua ini dipanggil Ilmu Syara’.
            Ilmu Fardhu Kifayah ialah ilmu yang perlu diketahui untuk keperluan dan keselesaan hidup di dunia.  Tanpanya manusia menempuh kesusahan dan tidak dapat menyempurnakan tuntutan Fardhu Ain.  Contohnya seperti ilmu perubatan, kejuruteraan, perindusterian, matematik, ekonomi, politik dan lain-lain.
            Maksud Fardhu Kifayah ialah cukup jika ada seorang daripada satu kumpulan orang Islam yang belajar ilmu itu dan semua orang dalam kumpulan itu terlepas daripada dosa.  Sebaliknya jika tidak ada seorang pun dalam kumpulan itu yang mengetahui ilmu ini, maka semua orang dalam kumpulan itu berdosa (Al-Ghazali, 1988).
            Perlu dijelaskan iaitu, yang dikatakan Fardhu Kifayah ialah tuntutan untuk menuntut sesuatu ilmu itu, tetapi apabila telah menceburi di dalamnya ia menjadi Fardhu Ain.  Bandingannya ialah seperti solat.  Mendirikan solat sunat hukumnya sunat, tetapi apabila mengerjakannya maka wajib mengerjakan semua rukunnya dengan sempurna.
            Dalam sistem pendidikan negara ini telah diajar kedua-dua jenis ilmu ini; Fardhu Ain dan Fardhu Kifayah.  Tetapi kefahaman tentang konsepnya masih kabur.  Pelajaran agama yang diajarkan dalam sekolah itu dikatakan Fardhu Ain, pelajaran lain dikatakan Fardhu Kifayah.  Pada hemat penulis, pelajaran agama yang dipelajari di sekolah itu belum lagi sempurna Fardhu Ain, malah ia merupakan asas Fardhu Ain.  Sebab itu Kementerian Pendidikan menamakan salah satu programnya bagi pelajar-pelajar Tahun 6, Tingkatan 3 dan Tingkatan 5 dengan Penilaian Asas Fardhu Ain.  Maknanya, yang dipelajari itu baru asas Fardhu Ain, belum lagi Fardhu Ain yang sebenarnya. (Lihat Buku Panduan Penilain Asas Fardhu Ain (PAFA) oleh Kementerian Pendidikan Malaysia, 1994).
            Menurut Al-Ghazali (1988), ilmu Fardhu Ain itu ialah ilmu yang wajib diketahui oleh setiap muslim semasa ia hendak melakukan sesuatu yang wajib.  Sesuatu yang wajib itu janganlah disempitkan kepada solat, puasa dan haji sahaja, malah banyak lagi perkara wajib yang kita lakukan setiap hari.
            Contohnya, membaca Al-Quran itu hukumnya sunat, tetapi bila membaca wajib betul sebutan makhraj dan sifat huruf serta barisnya. Untuk dapat menyebut dengan betul, wajib belajar kepada gurunya yang muktabar, maka timbullah di sini ilmu Tajwid.  Dengan itu bermakna, belajar ilmu Tajwid itu wajib apabila hendak membaca Al-Quran.  
            Berniaga adalah sunnah Rasul s.a.w., bekerja sebagai penaiaga ialah mencari nafkah, mencari nafkah adalah wajib hukumnya.  Hendak berniaga wajib ada ilmu.  Jadi, pada masa itu ia wajib belajar ilmu perniagaan.  Ilmu perniagaan di sini bukan bermaksud ilmu tentang untung rugi, ekonomi, simpan kira dan sebagainya, sebaliknya  ia bermaksud ilmu syariat.  Iaitu ilmu yang membicarakan tentang apa jenis benda yang boleh diperniagankan dan apa yang tidak boleh, apakah perniagaan itu ada unsur riba atau tidak, dan banyak lagi perkara yang berkaitan yang perlu di ketahui.
            Menjadi pentadbir, ahli politik, doktor, pegawai, jurutera, guru dan sebagainya, bukan wajib.  Asalnya Fardhu Kifayah, tetapi apabila telah mencebur diri di dalamnya ia menjadi Fardhu Ain. Kerana bekerja itu Fardhu Ain, sebab mencari nafkah. Semasa menjalankan tugas wajib menjalankannya dengan betul, jika tidak betul ia berdosa dan pendapatannya haram, untuk mengetahui betul atau tidak perlu ada ilmu, untuk mendapat ilmu kena belajar.  Jadi belajar itu Fardhu Ain, kerana hendak beramal, yakni bekerja mengikut syariat Islam.  Dan ilmu yang dipelajari pada masa itu ialah ilmu Fardhu Ain.
            Belajar di sini ialah untuk mengetahui apa perkara yang mesti dibuat semasa kita bekerja  dan apa pula perkara yang tidak boleh dilakukan, iaitu yang dilarang oleh syariat.  Inilah yang dikatakan ilmu Fardhu Ain, iaitu ilmu yang mesti diketahui oleh setiap orang Islam apabila ia hendak melakukan sesuatu perkara yang wajib.
            Semua ilmu ini (Fardhu Ain, Fardhu Kifayah dan Tahsiniyat) termasuk dalam bidang pendidikan Islam.  Iaitu mendidik setiap muslim, sama ada guru, kerani, polis, askar, pentadbir, jurutera, pegawai, petani, peniaga, pemimpin dan bermacam-macam jenis pekerjaan lagi, supaya menjadi seorang muslim yang beriman dan beramal, dan terdidik dengan pendidikan Islam.  Ia faham Islam, faham tuntutan Islam dan menghayatinya.  Ia faham tentang amanah yang diberikan kepadanya dan melaksanakannya dengan penuh tanggungjawab.  Dan ia juga faham dan sedar bahawa setiap perbuatannya akan dibicarakan di hadapan Allah nanti di hari Kiamat.
            Inilah maksud pendidikan Islam seperti yang disebutkan oleh Al-attas (1979) dan Burlian Somad (1981).  Persoalannya ialah, apakah pendidikan Islam dalam sistem pendidikan hari ini menuju ke arah itu?  Atau pun masyarakat, termasuk golongan guru, masih kabur terhadap konsep dan kefahaman ini?
            Masyarakat guru, samada guru Agama atau bukan guru Agama, harus faham dengan sejelas-jelasnya konsep pendidikan Islam.  Jika betul-betul diamati dan difahami kita yakin bahawa semua guru yang beragama Islam ialah guru pendidikan Islam.  Pekerja dalam kawasan sekolah, kerani dan pengendali kantin juga pendidik Islam. Mereka sama-sama bertanggungjawab untuk mendidik murid atau pelajar yang beragama Islam di sekolah menjadi orang Islam. Seluruh orang dalam masyarakat, di rumah, di kedai, di dewan, di tempat kerja dan lain-lain adalah agen-agen pendidikan Islam dan  bersama-sama bertanggungjawab dalam pendidikan Islam, dalam erti kata menghidupkan iklim Islami, atau penghayatan Islam.  Maksudnya, jika ada sesuatu amalan atau pelakuan orang Islam yang terang menyalahi ajaran Islam, maka wajib membetulkannya dan menasihat.  Jika tidak dilakukan kita adalah bersalah dengan Allah Taala. Manakala guru Agama bertanggungjawab memberi ilmu Agama, kerana merka dipercayai mempunyai ilmu Islam yang mencukupi untuk tujuan pengajaran dan diberi tauliah untuk tujuan tersebut, dan dalam masa yang sama mereka juga mendidik. 
            Jika ini dapat difahami dengan saksama dan   dijalankan dengan baik dan teratuar, pendidikan akan dapat berjalan dengan cukup berkesan di sekolah dan dalam masyarakat.  Lanjutan daripada itu banyak masalah disiplin di sekolah dan dalam masyarakat dapat dikurangkan, kalau pun tidak dapat dihapuskan kesemuanya.
            Dengan cara inilah diharapkan matlamat pendidikan Islam akan tercapai dan masyarakat Islam akan maju seperti yang pernah berlaku pada kurun pertama dan kedua hijrah duhulu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar